Hello Strangers

Rabu, 09 Desember 2015

1000 Guru Sumbar.. Rancak Banaaaa

4-6 Desember 2015

Tiga hari mencoba lari dari zona nyaman, tapi kenyataannya disini bersama kakak kakak 1000 Guru Sumbar yang  luar biasa ini, malah berasa sangat nyaman. I swear.  Yang awalnya gak saling kenal, terus keluar pengumuman volunteer,  mulai stalkingin sosial media yang di mention di instagram, dibuatkan grup buat chit-chat, terakhir dikumpulin di taman budaya selama 4 hari berturut turut buat ngebahas acara kita. Bertemu dengan orang orang baru dalam waktu singkat, menjadi akrab, itu menurut ami, ini masuk pelajaran teori zona nyaman lagi. Masih ada yang bisa membantah teori kenyamanan? Ada yang bisa bantu selesaikan perkara comfortzone ini? *skip *skip *skip

Senin, 7 Desember, setelah sibuk ganti display picture dan upload foto ke sosmed bersama anak anak SD yang masih lugu dan polos dan kakak kakak yang memakai baju seragam bersablon dengan tulisan  1000 Guru Sumbar masih menimbulkan pertanyaan, banyak chat yang terabaikan. Ada yang bilang KKN, KBM dan lain sebagainya.  Ami pikir ami udah jadi volunteer dari kegiatan paling mainstream tahun ini. Ternyata masih banyak yang gak tau apa itu 1000 Guru.
                                    

Rabu, 04 November 2015

Temen Random Temen ALIG

Seminggu jadi pejalan~~ nganterin orang jalan jalan

Ada yang berpendapat  gue terlalu nekad, terlalu mudah percaya orang baru, terlalu berfikir “semua akan baik baik saja”.  Ada yang salah sama pikiran terbuka gue (terhadap orang orang yang menurut gue baik), ada yang rancu soal arti prinsip “positif vibe” yang gue anut.  Untuk beberapa alasan gue setuju, tapi nekat sama ceroboh punya batas lo. Hehe masih aja ngeles. Ya udah, gue terima kritik dan masukan yang membangun.

Menawarkan diri jadi guide sebenarnya agak berlebihan ya buat cewek kayak gue. Seolah udah paham bener yang mau dijalanin. Haha. Awalnya cuma iseng, basa basi gitu ngajakin teman di sosmed mampir jalan jalan liat indahnya Sumbar. Dan diseriusin, disinilah kredibilitas gue sebagai pelontar ajakan traveling dipertaruhkan. Duo traveler yang ngaku ngaku beckpeker gembel nyampe Padang, Senin 26 Okt 2015 tengah malam. Dimulailah kesibukan dengan jalan jalan yang gue rancang sendiri, jalan ke tempat yang gue mau, jalan dengan siapa yang gue mau, nelponin penyewaan motor, nyariin tempat numpang tidur, mikirin lokasi wisata yang mau dituju, sampe mikirin mau makan apa juga otak gue yang dipake. Soalnya tiap ditanya mau makan apa, semua pada jawab: terserah. Sekedar info, di Padang gak ada nama makanan terserah. haha






Banyak pelajaran singkat dari jalan seminggu bareng teman random yang sedikit gila. Pelajaran bagi diri sendiri lebih menuntut perhatian. Gue terlalu fokus sama tugas gue sebagai guide sampai banyak fakta fakta yang gak bisa didapat begitu saja dari percakapan alakadar antara kita. Haha. (Bahasa nya bikin ngakak asli). Tapi ini emang pelajaran penting buat di evaluasi, gue bisa dengan mudah ngajak orang asing ke kehidupan gue, tapi gue disana cuma jadi semacam background aja diantara mereka. Jembatan istilah yang sering gue denger. Ngerti gak sih?  Misalnya ini sebuah novel, gue penulisnya, gue yang punya ide, tapi ternyata gue cuma mampu menulis dengan sudut pandang orang ketiga,  tanpa gue ikut dalam cerita tersebut. Paham?

Kesenengan orang emang beda beda ya. Dari teman teman baru ini gue bisa jadi lebih mengenal sahabat sahabat gue. Selama ini gak terlalu care sama apa kesukaan dia. Ada yang lebih suka nongkrong di café, ada yang doyan naik kora kora pasar malem, ada yang cukup bahagia dengan duduk di warung kopi pinggir jalan, ada yang lebih sederhana lagi kebahagiaannya, nunggu wisuda. Sekarang makin paham passion masing masing kemana. Buat perjalanan itu sendiri, gak semua temen bisa diajakin jalan sampe gempor kecape an, gak semua bisa naik tangga sampe ribuan, gak semua kaki bisa lari larian sambil ketawa ditengah hujan. Gue paham itu, tapi sejauh yang gue tau sebagai pejalan awam, kalo mau reward view yang cantik emang harus disertai perjuangan. Gue rela deh bawain beban beban berlebihan mereka, bawain sepatu, atau apapun yang bisa meringankan beban hidup mereka. Yang penting kita sama sama nyampe puncak. (ceilaah, pencitraan banget).
 
 
Terakhir, kesan gue buat seminggu yang luarbiasa ini, gue masih ngiri sama yang bisa jalan jalan keluyuran di nusantara bareng sahabatnya. Mungkin gue bakal nyari nyari kontak sahabat lama, temen SD mungkin, buat gue ajakin liburan. Keluyuran di negeri sendiri, bukan sebagai turis, tapi sebagai anak bangsa yang belajar menghargai arti perjalanan.  Tapi nunggu kerja dulu kali ya, biar bisa ngerasain bahagia  jalan sama duit sendiri itu gimana. Ah, makanyaa cepet selesaikan kewajiban mi. Fighting !!



Minggu, 18 Oktober 2015

Negeriku, pesonamu hilang terhalang kabut.

Oh hai, maaf suara agak serak, lagi batuk, badan kurang enak, mata perih, hidung mampet. Kemaren hari minggu baru balik dari liburan sepekan di Bukittinggi. Sepanjang perjalanan berasa meriang, tambah lagi hujan rintik rintik mulai dari Lembah Anai sampai Lubuak Alung. Ah, ternyata parasetamol generik yang kemahalan dibeliin keponakan tadi ini “onset of action” yang lama. Udah satu jam masih belum terasa khasiatnya.

Dalam perjalan hanya diam, tak bicara sedikitpun bahkan untuk beramah tamah dengan sopir travelpun tak sempat, sibuk mengontrol kondisi tubuh agar tak tumbang sampai di Padang. Headset terpasang di kuping, Dami Im semangat sekali menyanyikan “gladiator”, sesekali Banda Neira ikut meningkahi dengan akustikan sederhana namun menyenangkan telinga. Ada juga Family of The Year dengan Hero…  Syahdu.

Aku menyukai setiap perjalanan, bahkan untuk perjalanan yang keseribukali sekalipun, mataku akan tetap terjaga, sibuk melihat papan penunjuk jalan, melirik pasar pinggir jalan penyebab macet, melihat sungai berpadu mesra dengan hijaunya lembah. Aku terpesona.

Tapi ada yang berbeda. Kali ini pesona negeriku tak seperti biasa, ada kabut yang menghalanginya. Pandanganku hanya terhenti sekitar limaratus meter, setelah itu semuanya sama, berbingkai asap putih keabuan.

Masih terbatuk batuk, aku tetap memandangi arah barat dan timur yang seharusnya kulihat Gunung Marapi dan Gunung Singgalang berhadapan, saling sapa, saling bercengkrama tentang tingkah polah pendaki atau kadang saling memamerkan siapa yang paling banyak pengunjungnya. Koto Baru memang punya magnet tersendiri bagiku. Belum lagi tetangganya, Pandai Sikek yang  masuk bucketlist 2015, pengen liat tenunan kebanggaan Sumatera Barat yang ada di uang limaribuan. InsyaAllah akhir bulan ini, aku aminkan dalam hati.
Lain lagi pesona air terjun Lembah Anai, tepat di pinggir jalan Silaiang, menghipnotis semua mata agar memandangnya. Selalu ramai, bahkan ada yang berenti di seberang pagar pembatas pinggir jalan hanya untuk merasakan percikan airnya. Sayang kabut mulai menganggu keelokan pemandangannya.

Aku coba pakai masker, tapi kurang nyaman. Jadi ingat komentar teman yang juga gak bisa pake masker. Katanya pakai masker sama aja ngebunuh pelan pelan, “Mati dek angok awak surang lebih menyedihkan, dak bisa nyalahan Pak Presiden do”. Kemaren lelucon sederhana ini bisa buat terpingkal pingkal, dan sekarang sudah mengerti rasa kurangnyaman itu ditambahlagi ini flu batuk gak berenti berenti. Kayaknya batuk ini ulah kabut asap. Soalnya kabut di Bukittinggi jauh lebih parah daripada di Padang. Padahal sudah hujan tiap hari, kabutnya tetap berasa dekat, jam 10 pagi berasa jam 6 subuh. Menyebalkan.

Pertanyaan yang bernada pasrah ini selalu aku tanyakan. Sampai kapan? Sampai kapan pengap begini? Kangen banget sama langit biru, rindu sama sunset di Pantai,  kangen ngerimba, kangen hijaunya alam Sumatera Barat, rindu ketinggian agar bisa memandang bukit barisan di kejauahan.
Mau mengadu sama siapa? Pak Presiden lagi? Pak Menteri? Tanggapannya lama, mungkin asap belum sampai ke Istana. Kepada pembakar hutan? Mereka cuma punya korek api saja.

Bencana ini bukan hal baru, tapi belajar dari masa lalu, kenapa selalu terulang. Semacam sudah jadi jadwal rutin buat mengasapi nyamuk nyamuk yang mulai berkembang ganas. Kami di fogging. Kemudian mati. Tamat.

Epilog:
   Kepada siapapun yang merasa bertanggung jawab atas bencana ini. Bertindaklah secepat api membakar lahan lahan kering. Secepat bara dalam lahan gambut menyala lagi tertiup angin. Selamatkan paru paru dunia, paru paru bangsa ini, paru paru kami, anak bangsa. Selamatkan otak kami yang mulai kekurangan oksigen.



Minggu, 17 Mei 2015

EPIC FAIL 2891 mdpl


Entah kenapa perjalan kali ini terasa berat. Puncak terasa lebih jauh. Dingin lebih menusuk, diserbu hujan dari rintik sampai paling deras. Ngerasain Gempa tengah malam di pinggang gunung. Hanya bisa menertawakan beban hidup, gak bisa tidur soalnya teman ngetrip pada gila. Dan yang paling Unexpected : never ending said “Pak Buk” buat nyapa pendaki lain saking ramenya orang naik gunung. Kali ini bisa ketemu anak umur 2 tahun di gendongan ibunya sampai kakek nenekyang bawa carier.
Sayang Puncak belum bisa jadi hadiah, Pulang selamat tetap jadi prioritas, Hujan deras bikin semua basah kuyup, jas hujan gak banyak ngebantu, logistic semuanya kebasahan. Hasil voting banyak yang memutuskan turun saja, puncak belum rezeki kita. Nanti klo di puncak hipotermia gimana. Belum lagi ada satu anggota yang lemah banget fisiknya. Ya gapapa lah.

Rasa rasanya puncak Merpati, tugu abel dan Taman edelwise masih belum berubah sejak 2011 lalu, saat kita anak SMA yang lugu lugu ikutan naik gunung, tanpa tenda tanpa logistic memadai, cuma bawa roti sama indomie, hahaha Gila.. 


           xoxo


Marapi, Sumatera Barat, 15-16 Mei 2015

Rabu, 08 April 2015

Sarasah bikin Basah!!

Itu caption yang dibikin mbak rim di akun instagramnya paska hiking nekad asetilkolin ke air terjun sarasah. Anak farmasi tahun akhir pada sibuk skripsi tapi tetap gak mau ketinggalan soal explore SUMBAR. Nekad? Kenapa dibilang nekad?? #karena aku sayang kamu
Rencana awal, janjian on time jam 9 di kampus. Tapi dari pagi hujan turun malu malu meong. Hampir reda, sibuk nge ping ping anggota, di grup mulai ribut ada yang baru mau mandi, rempong deh ibu ibuk yang biasa ke salon di ajakin hiking, eeh tiba tiba deras lagi.  Tahan langkah dulu. Jam 11.00 am mulai cerah, kumpulin anggota di kosan, langsung menuju lokasi. Kata tante-nya teman : Namanya nyari mati pergi ke sumber air dari entah dataran tinggi mana pas hujan hujan gini, gak takut galodo? Gak sayang nyawa? 
Haha.. iyasih, tapi mau gimana lagi udah matang planningnya.

Minggu, 29 Maret 2015

Jangan Panggil saya Anggun : Anak Gunung


(Tak perlu tertawa pada gunung dan laut karena gunung dan laut tak punya rasa)


Sepenggal lirik dari Band Indie yang lagi ami suka, judulnya Cerita Gunung dan Laut. Kebetulan jadi soundtrack pas ami lagi mengunjungi  gunung dan laut. Awal bulan kemaren pergi melala buah kecewa ke Pulau Angso duo di Pariaman. Menikmati surga kecil yang berusaha ami ciptakan karena kekecewaan dan ketidakhokian lagi nimpa ami.
Quote lagi dari ami : “di puncak suntuk dan puncak rasa tidak bersyukur, cobalah lari sejenak dari hidup. Pas kembali lagi, everything getting better. Percayalah.”

Selasa, 17 Maret 2015

Pulau Angso Duo


Pernah bikin rencana traveling seru keluar kota bareng teman teman kampus? Dan dikecewakan?? Hanya karena gak bisa bangun pagi? Apa saya terlalu egois minta teman teman bangun subuh?
Hualaaah
Menyebalkan!

Minggu, 04 Januari 2015

Bencoelen, Berkunjung ke Bumi Raflesia di Penghujung 2014

Ini hari ke 3 bulan Januari, sudah 2015 ternyata. Sulit menyimpulkan 2014 ini. Yang jelas perasaan bertambah tua semakin terasa. Oh 21 years old, make me forever 21.  Haha. Btw Happy Nu Year All..
Mau sharing tentang liburan akhir tahun?? Kalo di negara empat musim berarti ini liburan musim dingin ya.
Dan setelah dua tahun terjebak sebagai mahasiswa parttime kerja, tidak ada liburan berarti. Dan Alhamdulillah kali ini dapat izin liburan ke kota tetangga, Bengkulu. Walaupun harus mengikhlaskan kunjungan keluarga besar ke PekanBaru –  Duri – Dumai. Ini bukan masalah ami lebih milih liburan dengan teman teman dibanding dg keluarga, tapi ada sedikit miss communication. Mama seperti sengaja, menyembunyikan rencana liburan dan dengan mudahnya ngasih izin ami ( biasanya susah).
Yah, hidup masalah pilihan.


Siapa yang mau menyia nyiakan, punya banyak teman dari Bengkulu, sekampus, sekelas, sudah 3,5 tahun, tapi gak pernah tau seperti apa Bengkulu. Aah kasiahan sekali. Makanya ami bela belain bbm Maya, konfirmasi lagi, apa tawarannya kemaren masih berlaku? Penginapan dan makan gratis. Mengiurkan!! Haha
Bongkar celengan, wahaa lumayan, terimakasih deretan pahlawan yang bikin dompet penuh, terimakasih gaji parttime sebagai asisten apotekernya Pak Bos.  liburan ini pakai duit pribadi.
Bengkulu, 702 km dari Padang, Kurang lebih 15 jam perjalan dari sini. Aaah pasti bakal jadi perjalanan awesome. Iya awesome gempor duduk di bus Tanjung Indah. Melewati Jl Lintas Tengah Sumatera, bisa liat rumah Lusi di Dharmasraya, persimpangan jalan rumah Ria dan Diana di Muaro Bungo, melalui Kepahiang yang bikin mabuk kepayang saking banyak beloknya (tapi masih bedatipis sama jalur sitinjau lauik dan silaiang).
Kota Bengkulu sendiri gak jauh beda dengan Kota Padang. Perbedaan paling mencolok yaitu jumlah pohon rindang disini lebih banyak, mungkin ini penyebab beda iklimnya haha.  kadar sejuk Bengkulu ami kasih point 7, sedangkan Padang poinnya cuma 3. Di Bengkulu mau keliling kota jam berapapun gak bakal bikin baju kuyup basah keringat, kecuali sambil lari lari.
Selama di Bengkulu ami nginap di rumah Maya “Mae” Theana. Hijaber cantik, sahabat di kampus yang elok nian. Ibuk Mae baik sekali, Debi jugo. Ami benar benar segan, makan gratis nginap gratis. Nambah teman baru, ada Gilang Pacar Mae, yang rela jadi sopir nganter jalan jalan kemana mana, Ibuk Gilang yang kasih ami batu akik, Redho, Made, siapo lagi yo? Haha ucapan thanks to untuk Mae, Lia, Nanda, Gok, Frengki, dan teman teman di Bengkulu lainnya.
Hari pertama, pesta nikahan Bunda mae, menyenangkan bisa liat langsung prosesi nikahan di Bengkulu. Besoknya mulai eksplore, jogging ke taman remaja, masuk ke taman satwa, berlanjut ke rumah gilang, terus ke Benteng Marlborough, foto foto di Tugu Pers Bengkulu, Lanjut ke Bengkulu Indah Mall (BIM) nyari makan, berakhir di Pantai Panjang.
Hari ketiga ada acara “OLD TOWN MARKETING FESTIVAL”. Acara akhir tahun yang diadakan mahasiswa Univ.Bengkulu. Ada costplay, stand up comedy, fashionshow hijaber community dan banyak lagi stand stand kreasi anak Bengkulu. Puas keliling nyamperin temen temen lama Mae & Nanda, lanjut ke Pasar BaruKoto, makan Mie ayam BKL. Oiya Mie ayam di BKL beda sm mie ayam di PDG. Ami sempat binggung, tapi masalah makan mah perut gak bisa nolak, lanjut lagi keliling kota, ke Sport Center nonton konser Mahadewa (tapi gak jadi) udah malam.
Hari ke 4 baru tour keluar kota. Rencana awal mau ke Kepahiang trus ke Curup, tapi ditengah jalan jadi hiking dadakan. Bersyukur banget bisa liat Bunga Reflesia Arnoldi di kunjungan pertama ke Bengkulu, bahkan teman ami yang anak Bengkulu asli pun baru pertama kali liat Raflesia., kembar pula. Awesome dah. Kemudian lanjut ke rumah Gok, trus diajakin ke Kebun The Kabawetan, trus city tour (istilah kerennya) keliling kota Kepahiang dengan Gedung Putih “White House” ala ala Washington DC. Balik ke Kota sehabis magrib, jalan di daerah Gunung lumayan berlikaliku bikin ngilu.
Hari ke 5 dilanjutkan dengan wisata sejarah. Mulai dari Museum Bengkulu dan disambut Ande Nanda yang dinas di museum. Senang kali ya kerja di museum kaya Ande, belajar sejarah lagi, sehari hari ngurusin benda benda bersejarah. Tapi jurusan ami farmasi, yasudahlah. Hahaha. Lanjut Makan es cream goreng di RCB (Rumah Coffe Bengkulu), lanjut ke Rumah Pengasingan Bung Karno yang nambah pengetahuan sejarah lagi pastinya. Selanjutnya makan malam di Steak Wow. Nyari makan di Bengkulu lumayan gampang, harga dan rasa manusiawi.
Hari ke 6 kayaknya tiada hari tanpa jalan jalan, sekarang jalan ke Mega Mall Bengkulu mau nonton Assalamualaikum Beijing tapi belum tayang jadilah nonton Night At The Museum 3. Puas keliling Mall, mari jadi anak gaol BKL, nongki nongki di Tower.
Ini lagi kelebihan Kota BKL, sepertinya ini kota pantas dapat gelar kota ramah anak, Setiap sudut kota banyak taman taman yang rame dikunjungi anak anak. Ada arena main sepatu roda, ada yang main sepeda, di depan rumah walikota banyak anak anak ngasih makan rusa. Di Padang mah jarang, Panas soalnya.. Satu lagi, Kendaraan di Bengkulu gak ada yang ugal ugalan, angkotnya nyantai aja, Macet macet di lampu merah gak ada. Paking jalanan rame pas jam pagi sama pulang kantor, itupun gak bikin macet.
Hmmm.. Selesai sudah liburan seminggu. Ami harus balik ke Padang, Kesimpulan seminggu di Bengkulu: Bengkulu termasuk kota idaman ami, mulai dari sejuknya, tata kotanya, wisatanya, alamnya, nama jalannya, orang orangnya yang ramah, cowok cowoknya hehehe.

----------------------